search ya gan..

Rabu, 09 November 2011

Rasio Aktivitas

Rasio Aktivitas
Rasio ini menggambarkan aktivitas yamg dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian dan kegiatan lainnya.
Rasio ini antara lain adalah :
a. Inventory Turn Over
Inventoru Turn Over = Harga pokok penjualan
Rata-rata persediaan barang
Rasio ini menunjukan berapa cepat perputaran persediaan dalam siklus produksi normal. Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap bahwa kegiatan penjualan berjalan cepat. Rata-rata persediaan dihitung dengan cara :
Persediaan awal + persediaan akhir
2
b. Receivable Turn over
Receivable Turn over = Penjualan kredit bersih
Rata-rata piutang
Rasio ini menunjukkan berapa cepat penghasilan piutang. Semakin besar semakin baik karena penagihan piutang dilakukan dengan cepat. Receivable turn over ini dapat dikonversikan ke hari. Caranya yaitu :
360
Rasio Turn over piutang
c. Fixed Aset Turn over
Fixed Aset Turn over = Penjualan
Aktiva tetap bersih
Rasio ini menunjukkan berapa kali nilai aktiva berputar bila diukur dari volume penjualan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik. Artinya kemampuan aktiva tetap menciptakan penjualan tinggi.
d. Total Aset Turn over
Total Aset Turn over = Penjualan
Total Aset
Rasio ini menunjukkan perputaran total aktiva diukur dari volume penjualan dengan kata lain seberapa jauh kemampuan semua aktiva menciptakan penjualan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik.
e. Periode penagihan piutang
Periode penagihan piutang = Piutang (rata-rata)
Penjualan per hari
Angka ini menunjukkan berapa lama perusahaan melakukan penagihan piutang. Semakin pendek peroiodenya semakin baik. Rasio ini sejalan dengan informasi yang digambarkan Receivable Turn Over.

Rasio Likuiditas
Menurut Munawir 2010 hal.72 Untuk menganalisa keuangan jangka pendek (likuiditas) ini diberikan beberapa rati yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan menginterpretasikan data tersebut.
1. Current Ratio
Yaitu perbandingan antara jumlah aktiva lancer dengan hutang lancer.
Current ratio yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang kas atau aktiva lancer lainnya dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang atau tingkat likuiditas yang rendah daripada aktiva lancer dan sebaliknya. Jadi penganalisa sebelum membuat kesimpulan yang akhir dari analisa current ratio harus mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
a) Distribusi atau proporsi daripada aktiva lancer
b) Data trend daripada aktiva lancar dan hutang lancar, untuk jangka waktu 5 tahun atau lebih dari waktu yang lalu.
c) Syarat yang diberikan oleh kreditor kepada prusahaan dalam mengadakan pembelian maupun syarat kredit yang diberikan oleh perusahaan dalam menjual barangnya.
d) Present value (nilai sesungguhnya) dari aktiva lancar.
e) Kemungkinan perubahan nilai aktiva lancar.
f) Perubahan persediaan dalam hubungannya dengan volume penjualan sekarang atau di masa yang akan datang.
g) Kebutuhan jumlah modal kerja di masa mendatang.
h) Type atau jenis perusahaan.
2. Acid Test Ratio
Rasio ini lebih tajam daripada current ratio, karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid (mudah dicairkan atau diuangkan) dengan hutang lancar. Jika current ratio tinggi tapi quick rationya rendah menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan.
3. Perputaran piutang
Makin tinggi ratio (turn over) menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang rendah, sebaliknya kalu ratio sewmakin rendah berarti ada over investment dalam piutang sehingga memerlukan analisa lebih lanjut, mungkin karena bagian kredit dan penagihan bekerja tidak efektif atau mungkin ada perubahan dalam kebijaksanaan pemberian kredit.
4. Perputaran persediaan
Turn over persediaan adalah merupakan ratio antara jumlah harga pokok barang yang dijual dengan nilai rata-rata persediaan yang dimiliki perusahaan.
Turn over ini menunjukkan berapa kali jumlah persediaan baramg dagangan diganti dalam satu tahun (dijual dan diganti). Unruk mengetahui rata-rata persediaan tersimpan dalam gudang dapat ditentukan dengan membagi jumlah hari-hari dalam satu tahun dengan turn over dari persediaan tersebut.
5. Perputaran Modal Kerja
Ratio ini menunjukkan hubungan antara modal kerja dengan penjualan dan menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan (jumlah rupiah) untuk tiap rupiah modal kerja.


Rasio Industri
Rasio ini sangat dibutuhkan oleh perusahaan yang ingin menilai prestasinya serta lembaga lain yang ingin mengatur industry itu serta para analis dan investor. Di Indonesia kendati punbelum banyak memberikan standar angka atau rasio-rasio laporan keuangan sudah didirikan yaitu PT.Perfindo (Perusahaan Peringkat Indonesia). Kebanyakan jasanya baru memberikan peringkat kepada perusahaan atau investor yang masuk di pasar modal. Perusahaan atau lenmbaga lain yang sejenis sudah ada yang bergerak di bidang ini seperti PDBI (PusAt Data Bisnis Indonesia) lembaga-lembaga riset namun belum memenuhi kebutuhan kita untuk mendapatkan rasio-rasio yang cocok untuk menjadi Yardistick dalam menilai prestasi perusahaan.

Rasio pengukur rentabilitas

Rasio pengukur rentabilitas
Rasio-rasio yang dipelajari terdahulu pada dasarnya adalah untuk mempelajari relatip antara modal pinjaman yang diberikan oleh kreditur dan modal sendiri oleh pemegang saham , dan berikut ini diberikan beberapa rasio untuk mengukur profit yang diperoleh dari modal-modal yang digunkan untuk operasi tersebut atau mengukur kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan.
1. Rasio operating income dengan operating assets
Profitability suatu perusahaan suatu perusahaan dapat diukur dengan mehubungkan antara keuntungan atau laba dari kegiatan pokok perusahaan dengan kekayaan atau assets yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan tersebut. Yang dimaksud dengan operating assets adalah semua kativa kecuali investasi jangka panjang dan aktiva-aktiva lain yang tidak digunakan dalam kegiatan atau usaha memperoleh penghasilan rutin atau usaha pokok perusahaan.
Rasioa ini mencerminkan keuntungan yang memperoleh tanpa mengingat dari mana sumber modal dan menunjukkan tingkat efesiensi perusahaan dalam melakasanakan operasi sehari-hari.
Rasio ini sangat berguna untuk membandingkan antara dua perusahaan atau lebih yang memiliki struktur modal yang berbeda atau ujtuk membandingkan perusahaan yang sama untuk dua periode yang berbeda. Karena dengan demikian akan diketahui earning perusahaan yang bersangkutan atau periode ke periode lainnya.
Ratio yang rendah menujukkan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
a. Adanya over invesmentndalm aktiva yang digunakan untuk operasi dalam hubungannya dengan volume penjualan yang diperoleh dengan aktiva tersebut.
b. Merupkan cermin rendahnya volume penjualan dibandingkan dengan ongkos-ongkos yang diperlukan.
c. Adanya inefiseinsi baik dalam produksi, pembelian maupun maupun pemasaran.
d. Adanya kegiatan ekonomi yang menurun.
Untuk mempertajam hasil analisa maka sebaiknya angka ratio ini dibandingkan dengan tingkat perputaran dari aktiva yang digunakan tersebut serta operating margin tasionya.
2. Turnover dari Operator Asset
Merupakan ratio antara jumlah aktiva yang digunkan dalam operasi operating asset terhadap jumlah penjualan yang diperoelh selama periode tersebut. Ratio ini merupakan ukuran tentang seberapa jauh aktiva ini telah dipergunakan di dalam kegiatan perusahaan atau menunjukkan berapa kali operating asset berputar dalam menganalisa dengan ratio ini sebaiknya diperbaningkan selama beberapa tahun sehingga diketahui trend daripada penggunaan operating asset. Suatu trend angka ratio yang cenderung naik memberikan gambaran bahwa perusahaan semakin efesiensi dalam menggunakan aktiva.
Dalam menaksirkan ratio ini harus hati-hati karena ratio ini mempunyai beberapa kelemahan antara lain:
1. Ratio ini hanya menunjukkan hubungan antara penghasilan dengan aktiva yang dipergunakan dan tidak memberikan gambaran tentang laba yang diperoleh.
2. Penjualan adalah untuk satu periode, sedang total opereating asset adalah merupakan akumulasi kekayaan perusahaan selama beberapa periode, mungkin adanya expensi yang tidak segera dapat menghasilkan tambahan penjualan sehingga sehingga ratio pada tahun pertama adanya ekxpensi menujukkan ratio rendah.
3. Bahwa tingkat penjualan yang diperoleh mungkin sekali dipengaruhi oleh berbagai factor di luar kemampuan perusahaan untuk diatasi.
Untuk menghindari kelemahan-kelemahan turnover operating assets itu (kadang-kadang turnover ini dihitung untuk seluruh aktiva yang dimiliki, tidak hanya operating assets saja) sering turnover ini dihubungkan dengan tingkat profit yang diperoleh atau profit marginnya, yang diperoleh dengan cara membagi profit yang diperoleg dengan total penjualan netto. Turnover yang tinggi menunjukan management yang efektif tetapi dapat juga turnover yang tinggi disebabkan aktiva perusahaan yang sudah tua dan sudah habis disusut, jadi turnover ratio tinggi ini karena keadaan perusahaan. Sehingga turnover ratio tidak saja tidak dapat memberikan gambaran yang pasti tentang keefektifan kegiatan perusahaan dan harus dihubungkan dengan profit marginnya sehingga diperoleh rate of returnnya.
3. Return on Invesment
Analisis Return on Invesment (ROI) dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu tehnik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh. Analisa ROI ini sudah merupakan ukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Return on Invesment itu sendiri adalah salah satu bentuk dari ratio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemam[uan perusahaan untuk keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Besarnya ROI akan berubah kalau ada perubahan profit margin atau asset turnover baik masing-masing atau kedua-duanya. Dengan demikian maka pemimpin perusahaan dapat menggunkan salah satu atau kedua-duanya dalam rangka untuk usaha untuk memperoleh ROI. Usaha mempertinggi ROI dengan memperbesar profit margin adalah bersangkutan dengan usaha untuk mempertinggi efesiensi disektor produksi, penjualan dan administrasi. Usaha mempertinggi ROI dengan memperbesar assets turnover adalah kebijaksanaan investasi dana dalam berbagai aktiva, baik aktiva lancar maupun aktiva tetap.

Prinsip Jual Beli Pada Perbankan Syariah

Prinsip Jual Beli Pada Perbankan Syariah
Pada perbankan syariah ada banyak sekali kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah penghimpunan dana, penyaluran dana, membeli, menjual dan menjamin atas risiko serta kegiatan-kegiatan lainnya. Pada artikel ini penulis akan membahas mengenai prinsip jual beli pada perbankan syariah. Tulisan ini disarikan dari buku saku perbankan syariah yang diterbitkan oleh Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah(PKES).

Pada perbankan syariah, prinsip jual beli dilakukan melalui perpindahan kepemilikan barang (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi salah satu bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang seperti:

1. Pembiayaan Murabahah
Data statistik yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) mengenai laporan perkembangan perbankan syariah tahun 2004 menunjukkan sekitar 66,3 persen pembiayaan syariah menggunakan akad jual-beli. Kendati mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2003 yang mencapai 71,5 persen, hal itu bukan berarti peminat pembiayaan murabahah menurun. Hal ini justru menunjukkan, bahwa produk perbankan syariah lainnya juga sangat diminati.
Murabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal sebagai murabahah. Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual-beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual dan nasabah bertindak sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari suplier ditambahkan dengan keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan apabila telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Murabahah biasanya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Pada transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
Bila dilihat sekilas, terdapat persamaan jual beli murabahah dengan pembiayaan konsumtif. Persamaannya antara lain, pembiayaan yang diberikan adalah barang (motor, mobil, dll.)/bukan uang, dan pembayarannya secara cicilan. Namun, jika diperhatikan lebih dalam sesuai dengan fatwa DSN MUI, karakteristiknya berbeda. Terdapat beberapa perbedaan utama antara jual beli murabahah dengan pembiayaan konsumen.

2. Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara penangguhan sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Pada praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau secara cicilan.
Ketentuan umum Salam:
• Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Misalnya jual beli 100 kg mangga harum manis kualitas "A" dengan harga Rp5000 / kg, akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
• Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
• Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua) seperti bulog, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme seperti ini disebut dengan paralel salam.

3. Istishna
Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Ketentuan umum:
• Spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah
• Sebagai contoh dari pelaksanaan istishna adalah melakukan pemesanan barang dimana pembayarannya dilakukan dengan kredi

Berdasarkan barang yang dipertukarkan, jual beli terbagi empat macam;
1) Bai' al muthlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar. Jual-beli semacam ini menjiwai semua produk-produk lembaga keuangan yang didasar-kan atas prinsip jual-beli.

2) Bai' al muqayyadah, yaitu jual-beli di mana pertukaran terjadi antara barang dengan barang (barter). Aplikasi jual-beli semacam ini dapat dilakukan sebagai jalan keluar bagi transaksi ekspor yang tidak dapat menghasilkan valuta asing (devisa). Karena itu dilaku¬kan pertukaran barang dangan barang yang dinilai dalam valuta asing. Transaksi semacam ini lazim disebut counter trade.

3) Bai' al sharf, yaitu jual-beli atau pertukaran antara satu mata uang asing dengan mata uang asing lain, seperti antara rupiah dengan dolar, dolar dengan yen dan sebagainya. Mata uang asing yang diperjualbelikan itu dapat berupa uang kartal (bank notes) ataupun dalam bentuk uang giral (telegrafic transfer atau mail transfer).

4) Bai' as salam adalah akad jual-beli di mana pembeli membayar uang (sebesar harga) atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akan diserahkan kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati. Bai' as salam biasanya dilakukan untuk produk-produk pertanian jangka pendek.

Sedangkan pembagian jual beli berdasarkan harganya terbagi empat macam;
1) Bai’ al murabahah adalah akad jual-beli barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.

2) Bai’ al musawamah adalah jual-beli biasa, di mana penjual tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.

3) Bai' al muwadha'ah yaitu jual-beli di mana penjual melakukan penjualan dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau dengan potongan (discount). Penjualan semacam ini biasanya hanya dilakukan untuk barang-barang atau aktiva tetap yang nilai bukunya sudah sangat rendah.

4) Bai’ al-tauliyah, yaitu jual beli dimana penjual melakukan penjualan dengan harga yang sama dengan harga pokok barang.

bentuk jual-beli lain adalah Bai' al istishna', yaitu kontrak jual-beli di mana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu tapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang di¬sepakati bersama, sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan kemudian.

A. Pembiayaan Murabahah
1.Definisi
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan(margin) yang disepakati oleh bank(ba’i) dan nasabah pembeli (musytari).
Maka karestik murabahah adalh bank harus memberi tahu nasabah pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.
2. Pembiayaan Murabahan dengan Pesanan
Pembiayaan murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah terdapat pemesanan dari nasabah.
Pembiayaan murabahah dengan pesanan, menurut ulama syariah terdahulu dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesanya. Namun, menurut para ulama syariah modern berpendapat bahwa pemesanan barang bersifat mengikat nasabah, demi menghindari kemudharatan.
Karena pembiayaan murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat, bank dapat meminta hamish ghadiyah/ uang muka pembelian kepada nasabah ketika ijab-qabul
Bila kemudian bank telah membeli barang pesanan, sedangkan pembeli membatalkanya, hamish ghadiyah dapat digunakan untuk menutupi kerugian bank. Bila jumlah hamish ghadiyah lebih kecil dibandingkan jumlah kerusakan yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kekuranganya. Sebaliknya, bila berlebih nasabah pembeli berhak atas kelebihan tersebut.
3. Metode Pembayaran Murabahah
Pembayaran murabahan oleh pihak nasabah pembeli dalam bank islam dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Dikategorikan menjadi 3:
a. murabah naqdan (tunai)
murabahah naqdan adalah pembiayaan yang dilakukan bank untuk nasabah pembeli dengan pembayaran akan pembelian barang oleh nasabah secara tunai.
b. Murabahah muajjal, dengan cicilan
Murabahah muajjal, dengan cicilan adalah pembiayaan yang dilakukan bank untuk nasabah pembeli (murabahah) dengan pembayaran akan pembelian barang tersebut belakangan (mu’ajjal) secara angsuran atau cicilan
c. murabahah muajjal, dengan lump sum (sekaligus)
murabahah muajjal, dengan lump sum adalah pembiayaan yang dilakukan bank untuk nasabah pembeli dengan pembayaran akan pembelian barang tersebut belakangan dengan pembayaran sekaligus
4. sumber dana
Berdasarkan sumber dana yang digunakan, pembiayaan murababah secara garis besar dibedakan menjadi 3 kelompok:
a. pembiayaan murabahah yang didanai dengan URIA (unrestricted Investmen Account = investasi tidak terikat)
b. pembiayaan murabahah yang didanai dengan RIA ( Restricted Investement Account = Investsi terikat)
c. pembiayaan murabahah yang didanai dengan modal bank
B. Pembiayaan Istishna;
1. definisi
istishna; secara etimologi berarti minta dibuatkan.
Menurut fatwa DSN-MUI, jual beli istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembali, mustashni) dan penjual (pembuat, shani)
Secara teknis perbankan syariah akad istishna diperlukan karena kebutuhan masyarakat dan biasanya komoditi yang diproduksi sesuai dengan pesanan.
2. harga dan keuntunagn
• Harga jual kepada nasabah adalh harga beli ditambah keuntungan, namun jumlah keuntungan yang diambil bank tidak perlu diberi tahu kapda nasabah
• Apabila dalam perjalan proses ada tambahan biaya, maka nasabah wajib membayar tambahan tersebut
• Sistem pembayaran kewajiban nasabah dan jangka waktunya (lama pembiayaan) harus disepakati bersama dan tercantum pula dalam akad
3. Metode Pembayaran
Metode pembayaran dalam jual beli istishna, sama persis dengan metode pembayaran murabahah muajjal, yakni sama-sama dengan sistem angsuran (installment) dan hal-hal yang membedakanya adalah waktu penyerahan barang. Bila murabahah muajjal barang diserahkan dimuka, sedangkan istishna’ barang diserahkan dibelakang, yakni pada akhir priode pembiayaan
C. Pembiayaan Salam
1. Definisi
Menurut ulam fiqih salam adalah:
” menjual suatu barang yang penyarehanya ditunda, atau menjual sustu (barang) yang ciri-cirinya jelas, dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari”
Dalam pengertian yang sederhana, bai’as-salam berarti pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka.
2. Salam Paralel
Salam paralel berarti melaksanakan dua transaksi bai’as-salam anatara bank dan nasabah, dan antara bank dan supplier atau pihak ketiga lainya
a. Aplikasi Dalam Perbankan
Bai’ as-salam biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan, karena yang dibeli oleh bank adalah barang seperti padi, jagung, dan cabai, dan bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang tersebut sebagai simpanan atau inventory.maka, dilakukan akad bai’as-salam kepada pembeli kedua, minsalnya kepada bulog, padagang pasar induk atau grosir. Inilah dalam perbankan dikenal sebagai salam paralel. Dan bai’ salam juga dapat diaplikasikan pada pembiayaan barang-barang industry
Pembiayaan


Murabahah
Yaitu pembiayaan dengan prinsip Jual Beli untuk memenuhi kebutuhan nasabah seperti property, kendaraan, alat-alat industri dan barang lainnya, dengan proses yang mudah, dimana Bank Sulsel Syariah menjual barang yang dipesan/diinginkan Nasabah sebesar harga pokok ditambah margin keuntungan bank.
Setelah memenuhi prosedur dan persyaratan seperti uang muka dan kelayakan mengenai kemampuan angsuran dan lainnya, Nasabah sebagai pembeli dapat memanfaatkan fasilitas anggsuran selama 60 bulan untuk Nasabah (perorangan/badan usaha) berpenghasilan tidak tetap serta maksimal 96 bulan untuk Nasabah (perorangan) berpenghasilan tetap. Kelebihan Murabahah dibanding produk sejenis non syariah adalah selain sesuai syariah (prinsip jual beli) adalah jumlah angsuran tetap tidak berubah walaupun terjadi fluktuatif suku bunga.
Pembiayaan Murabahah dapat dimanfaatkan Nasabah untuk memenuhi kebutuhan barang-barang produktif maupun konsumtif termasuk dapat pula digunakan untuk pengadaan barang berdasarkan pesanan dari pihak ketiga dengan bukti Surat Perintah Kerja/Kontrak Kerja dari dari Instansi Pemerintah/BUMN/BUMD serta pihak swasta yang kredible.

Istishna
Yaitu pembiayaan dengan prinsip Jual Beli untuk memenuhi kebutuhan nasabah khusus property dan barang lainnya yang memerlukan proses produksi/pembangunan/renovasi. Pihak produsen/pemborong/kontraktor dapat ditunjuk oleh Bank atau nasabah sendiri. Kemudian Bank Sulsel Syariah menjual barang yang dipesan/diinginkan Nasabah sebesar harga pokok ditambah margin keuntungan bank.
Penyerahan barang oleh Bank kepada Nasabah dilakukan setelah barang selesai atau maksimal setelah melewati masa proses Produksi/Pembangunan/Renovasi (MPP). Setelah memenuhi prosedur dan persyaratan seperti uang muka dan kelayakan mengenai kemampuan angsuran dan lainnya, Nasabah sebagai pembeli dapat memanfaatkan fasilitas anggsuran selama 60 bulan untuk Nasabah (perorangan/badan usaha) berpenghasilan tidak tetap serta maksimal 96 bulan untuk Nasabah (perorangan) berpenghasilan tetap.
Kelebihan Istishna dibanding produk sejenis non syariah adalah selain sesuai syariah (prinsip jual beli) adalah jumlah angsuran tetap tidak berubah walaupun terjadi fluktuatif suku bunga serta kewajiban angsuran dapat dilakukan setelah masa proses produksi/pembangunan/Renovasi (MPP) selama maksimal tiga bulan.

Musyarakah
Adalah akad kerjasama antara Bank Syariah dan Nasabah untuk membiayai suatu usaha tertentu dimana Bank dan Nasabah memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan porsi kontribusi dana atau kesepakatan bersama.
Dalam implementasinya Bank Syariah berperan sebagai Investor Pasif yang menanamkan modalnya saja sedangkan nasabah berperan sebagai Investor Aktif yang selain menanamkan modal juga mengelola langsung objek usaha yang dibiayai bersama tersebut. Pendapatan/Keuntungan real dari pengelolaan usaha tersebut akan dibagi antara Nasabah dan Bank Syariah sesuai Nisbah (Porsi) yang telah disepakti pada saat Akad Musyarakah ditandatangi.

Pembiayaan Musyarakah dapat dimanfaatkan Nasabah untuk kebutuhan:
• Tambahan Modal Kerja usaha perdagangan, industri, manufaktur, pertanian, angkutan dan lainnya serta bidang usaha jasa.
• Tambahan Modal Kerja kontraktual, khusus untuk membiayai sektor usaha jasa konstruksi dan pengadaan yang didukung dengan Kontrak Kerja atau Surat Perintah Kerja dari Instansi Pemerintah/BUMN/BUMD serta pihak swasta yang kredible.


Mudharabah
Adalah akad kerjasama antara Bank Syariah dan Nasabah untuk membiayai suatu usaha tertentu dimana Bank memberikan kontribusi seluruh modal dana sedangkan Nasabah adalah pelaksana usaha yang dibiayai Bank Syariah dengan kontribusi skill dalam pengelolaan usaha.
Ketentuan pembagian keuntungan dan risiko akan ditanggung Bank selama Nsabah tidak melakukan khianat/wan prestasi. Dalam implementasinya Pendapatan/Keuntungan real dari pengelolaan usaha tersebut akan dibagi antara Nasabah dan Bank Syariah sesuai Nisbah (Porsi) yang telah disepakti pada saat Akad Mudharabah ditandatangi. Perhitungan realisasi Bagi Hasil Mudharabah secara prinsip tidak jauh berbeda dengan perhitungan Bagi Hasil Musyarakah.



PRODUK JASA PERBANKAN SYARIAH
Bank Sulsel Syariah menyediakan produk-produk jasa untuk melayani dan memenuhi kebutuhan transaksi jasa perbankan yang dibutuhkan masyarakat, dengan dukungan sistem on line di seluruh jaringan kantor Bank Sulsel Syariah dan office channeling diharapkan dapat lebih memudahkan dan mendekatkan layanan bank syariah kepada masyarakat.
Produk jasa Bank Sulsel Syariah yang dapat dimanfaatkan oleh nasabah adalah sebagai berikut:
• Penarikan dan penyetoran on line di seluruh kantor Bank Sulsel di seluruh Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
• Setoran dan penarikan cek/Bilyet Giro melalui kliring.Transfer dan Inkaso antar rekening Bank Sulsel atau Bank Lain.
• Pembuatan Surat Refrensi dan Dukungan Bank
• Penerbitan Surat Jaminan Bank (Bank Garansi), yang terdiri dari Jaminan Tender, Jaminan Pelaksanaan, Jaminan Uang Muka dan Jaminan Pelaksanaan dengan setoran minimal sebesar 10% dari nilai jaminan yang diinginkan Nasabah.
SPECIAL INVESTMENT (MUDHARABAH MUQAYYADAH)
Adalah sarana Investasi bagi para Investor yang memilik dana untuk disalurkan dalam bentuk pembiayaan kepada Nasabah dan atau pihak lain yang khusus ditunjuk dan atau dipilih oleh Investor sebagai pemilik dana.
Bank Sulsel Syariah dalam akad ini berperan sebagai Arranger atau Manajemen Investasi untuk menjaga kepentingan pemilik dana dengan menyalurkan dana kepada nasabah yang khusus ditunjuk dan atau dipilih oleh Investor. Bank Sulsel Syariah sebagai Manajemen Investasi selain berperan sebagai pengelola juga menjamin bahwa proses pemilihan atau studi kelayakan calon penerima pinjaman dilakukan secara prosedural dan objektif sehingga diharapkan pemilik dana mendapat keyakinan bahwa dananya disalurkan secara benar dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian dan bank teknis.
Secara periodik pemilik dana dapat meminta laporan perkembangan pengelolaan dananya kepada Bank Sulsel Syariah. Skim ini telah diaplikasikan yaitu program pemberdayaan ekonomi kecil dan mikro untuk mengentaskan kemiskinan dengan pola pembiayaan Syariah kepada masyarakat di Sulawesi Selatan dan Barat.
Untuk keterangan lebih lanjut, anda dapat menghubungi Customer Service di Cabang Syari'ah terdekat


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana ditentukan dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur tersebut berbagai upaya dilaksanakan oleh semua pihak termasuk perbankan nasional.
Sementara itu pada pertengahan tahun 1997 krisis ekonomi dan moneter telah menimpa negara kita yang menurut para pakar diakibatkan kombinasi dari dampak penularan ( contagion ) eksternal dengan kelemahan internal dari struktur ekonomi, sosial dan politik. Kombinasi gejolak eksternal dan kelemahan internal ini telah mendorong krisis pada sektor keuangan dan sektor riil yang kemudian menimpa perbankan nasional.
Kemunduran ekonomi kapitalis yang menerapkan asas pasar bebas dan ekonomi sosialis dengan kontrol negara dalam perekonomian secara terpusat, merupakan titik pijak bagi perkembangan ekonomi syariah. Asas yang didepankan dalam ekonomi syariah adalah keadilan atau kesetaraan hak dan kewajiban, peniadaan segala bentuk penindasan atau penggerogotan terhadap pihak lain, serta memiliki dimensi sosiologis. Pilar utama perekonomian syariah adalah perbankan syariah.
B. Batasan Masalah
Di dalam makalah ini akan di bahas yaitu :
- Apa yang dimaksud dengan bank syariah?
- Bagaimana pengelolaan dan pengawasan terhadap bank syariah ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
- Untuk mengetahui apa itu bank syariah
- Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan dan pengawasan terhadap bank syariah
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam penyusunan makalah ini, perlu sekali pengumpulan data serta sejumlah informasi aktual yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas. Sehubungan dengan masalah tersebut dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yang pertama dengan membaca buku sumber, kedua browsing di Internet,terakhir dengan pengetahuan yang penulis miliki.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Bank Syariah
Pengertian bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, dalam literature Islam dikenal dengan istilah baitul mal atau baitul tamwil. Isitilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah. Secara akademik, istilah Islam dan Syariah memang mempunyai pengertian berbeda. Namun secara teknis untuk penyebutan Bank Islam dan Bank Syariah mempunyai pengertian yang sama. Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran . Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari’ah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Bank Syari’ah berarti bank yang tata cara operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang mengacu kepada ketentuan Al-Quran dan Al Hadist.
2.2. Sejarah Bank Syariah di Indonesia
Ide pendirian bank syariah di Indonesia sudah ada sejak tahun 1970. dimana pembicaraan mengenai bank syariah muncul pada seminar hubungan Indonesia – Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan ( LSIK ) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika . Di tingkat internasional,gagasan untuk mendirikan Bank Islam terdapat dalam konferensi negara – negara islam di Kuala Lumpur,Malaysia pada tanggal 21 sampai dengan 27 April 1969 yang diikuti 19 negara peserta. Konferensi tersebut memutuskan beberapa hal yaitu :
1. Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika ia tidak termasuk riba dan riba itu sedikit atau banyak hukumnya haram
2. Diusulkan supaya dibentuk suatu Bank Islam yang bersih dari system riba dalam waktu secepat mungkin.
3. Sementara menunggu berdirinya Bank Islam, bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi. Namun jika benar-benar dalam keadaan darurat.
Gagasan berdirinya Bank Islam di Indonesia lebih konkret pada saat lokakarya ”Bunga Bank dan Perbankan” pada tanggal 18-20 Agustus 1990. Ide tersebut ditindaklanjuti dalam Munas IV Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) di hotel Sahid tanggal 22-25 Agustus 1990. Setelah itu, MUI membentuk suatu Tim Steering Committee yang diketuai oleh Dr.Ir.Amin Aziz. Tim ini bertugas untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan berdirinya Bank Islam di Indonesia. Tim Mui ternyata dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, tebukti dalam waktu 1 tahun sejak ide berdirinya Bank Islam tersebut, dukungan umat Islam dari berbagai pihak sangat kuat. Setelah semua persyaratan terpenuhi pada tanggal 1 November 1991 dilakukan penandatanganan akte pendirian Bank Mu’amalat Indonesia ( BMI ) di Sahid Jaya Hotel dengan akte Notaris Yudo Paripurno,S.H dengan izin Menteri Kehakiman No.C.2.2413 HT.01.01. Akhirnya, dengan izin prinsip Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia No.1223/MK.013/1991 tanggal 5 November 1991 BMI bias memulai operasi untuk melayani kebutuhan masyarakat melalui jasa-jasanya.
Setelah BMI mulai beroperasi sebagai bank yang menerapkan prinsip syariah di Indonesia, frekuensi kegairahan umat Islam untuk menetapkan dan mempraktikan system syariah dalam kehidupan berekonomi sehari-hari menjadi tinggi. Setelah lahirnya BMI, kini di masa reformasi ,telah beroperasi pula lembaga-lembaga perbankan konvensional yang menerapkan prinsip-prinsip syariah, baik yang dimiliki pemerintah maupun swasta. Kemunculan bank-bank syariah ‘baru’, seperti Bank IFI Cabang Syariah,Bank Syariah Mandiri,Bank BNI Divisi Syariah sebenarnya tidak terlepas dari peristiwa krisis moneter yang cukup parah sejak 1998 atau pasca-likuidasi ratusan bank konvesional, karena pengelolaanya yang menyimpang.
2.3. Prinsip – Prinsip Perbankan Syariah
Meskipun UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah telah dikeluarkan, namun Indonesia masih menganut dual banking system ( dua system perbankan ). Ini berarti memperkenankan dua system perbankan secara co-existance. Dua system perbankan itu adalah bank umum dan bank berdasarkan bagi hasil ( yang secara impisit mengakui system perbankan berdasarkan prinsip Islam ). Bank Syariah dapat dilakukan melalui 1) bank umum syariah 2) bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) ; 3) Islamic windows; dan 4) office channeling. Bank umum syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Office Chanelling merupakan istilah yang diberikan guna menandai dimungkinkannya melakukan kegiatan usaha perbankan syariah di kantor cabang dan/atau kantor cabang pembantu bank umum konvesional. Praktik perbankan syariah tidak diperkenankan dilakukan bersama-sama dalam satu kantor yang berpraktik konvesional. Dalam PBI No.4/1/PBI/2002, dibuka kesempatan kepada bank umum konvesional untuk membuka cabang syariah dengan prsyaratan yang cukup ketat, yaitu adanya pemisahan pembukuan,pemisahan modal,pemisahan pegawai,dan pemisahan keragaan ruangan.
Operasional Bank Islam didasarkan kepada prinsip jual beli dan bagi hasil sesuai dengan syariah Islam.
Adapun prinsip bagi hasil ( Profit Sharing ) sebagai berikut:
1. Al – Wadiah
Yaitu perjanjian antara pemilik barang ( termasuk uang ) dengan penyimpan ( termasuk bank ) di mana pihak penyimpan bersedia untuk menyimpan dan menjaga keselamatan barang dan atau uang yang dititipkan kepadanya.
Terdapat dua jenis al-Wadiah:
a. Al-Wadiah Amanah
b. Al-Wadiah Dhamanah
2. Al – Mudharabah
Yaitu perjanjian antara pemilik modal ( uang atau barang ) dengan pengusaha ( enterpreneur ). Dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek/usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian. Pemilik modal tidak dibenarkan ikut dalam pengelolaan usaha, tetapi diperbolehkan membuat usulan dan melakukan pengawasan. Apabila usaha yang dibiayai mengalami kerugia, maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal, kecuali apabila kerugian tersebut terjadi karena penyelewangan atau penyalahgunaan oleh pengusaha.
Syarat – syarat mudharabah :
2.1. Modal
2.2. Keuntungan
3. Al – Musyarakah
Yaitu perjanjian kerja sama antara dua belah pihak atau lebih pemilik modal ( uang atau barang ) untuk membiayai suatu usaha. Keuntungan dari usaha tersebut dibagi sesuai persetujuan antara pihak-pihak tersebut, yang tidak harus sama dengan pangsa modal masing-masing pihak. Dalam hal terjadi kerugian, maka pembagian kerugian dilakukan sesuai pangsa modal masing-masing.
Menurut fiqih ada 2 bentuk musyarakah, yaitu :
1. terjadinya secara otomatis disebut syarikah Amlak
2. terjadinya atas dasar kontrak disebut syarikah Uqud
4. Al-Murabahah dan Al-Bai’u Bithaman Ajil
Al-Murabahah yaitu persetujuan jual-beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama dengan pembayaran ditangguhkan 1 bulan sampai 1 tahun. Persetujuan tersebut juga meliputi car a pembayaran sekaligus.
Sedangkan al-Bai’u Bithaman Ajil yaitu persetujuan jual-beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama. Persetujuan ini termasuk pula jangka waktu pembayaran dan jumlah angsuran.
5. Al-Ijarah dan Al-Ta’jiri
Al-Ijarah yaitu perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang membolehkan penyewa memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak. Setelah masa sewa berakhir, maka barang akan dikembalikkan kepada pemilik.
Sedangkan Al-Tajiri yaitu perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang membolehkan penyewa untuk memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak. Setelah berakhir masa sewa, maka pemilik barang menjual barang tersebut kepada penyewa dengan harga yang disetujui kedua belah pihak.
6. Al-Qardahul Hasan
Al-Qardahul Hasan adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata, di mana peminjam tidak kerkewajiban untuk mengembalikan apa pun kecuali pinjaman dan biaya administrasi.
Untuk menghindarkan diri dari riba, biaya administrasi pada pinjaman Al-Qardahul Hasan :
a ) Harus dinyatakan dalam nominal bukan presentase
b ) Sifatnya harus nyata,jelas dan pasti serta terbatas pada hal-hal yang mutlak diperlukan untuk terjadinya kontrak.
Dan untuk prinsip Jual Beli ( Al – Buyu ) yaitu :
1. Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli antara dua belah pihak,di mana pembeli dan penjual menyepakati harga jual, yang terdiri atas harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual.
2. Salam
Salam, yaitu pembelian barang dengan pembayaran di muka dan barang diserahkan kemudian. Salam adalah transaksi jual beli, dimana barangnya belum ada,sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh.
3. Istisna
Istisna adalah pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan di muka sekaligus atau secara bertahap.
4. Ijarah ( Sewa )
Ijarah adalah kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa. Secara prinsip, ijarah sama dengan transaksi jual beli, hanya saja yang menjadi objek dalam transaksi ini adalah dalam bentuk manfaat.
5. Wakalah
Wakalah adalah transaksi, dimana pihak pertama memberikan kuasa kepada pihak kedua ( sebagai wakil ) untuk urusan tertentu dimana pihak kedua mendapat imbalan berupa fee atau komisi.
6. Kafalah ( Garansi Bank )
Kafalah adalah transaksi dimana pihak pertama bersedia menjadi penanggung atas kejadian yang dilakukan oleh pihak kedua, sepanjang sesuai dengan diperjanjikan dimana pihak pertama menerima imbalan berupa komisi atau fee.
7. Sharf ( Jual beli valuta asing )
Sharf adalah pertukaran/ jual beli mata uang yang berbeda dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran.
8. Hawalah
Hawalah adalah transaksi pengalihan utang-piutang
9. Rahn ( Gadai )
Rahn adalah transaksi gadai dimana seseorang yang membutuhkan dan dapat menggadaikan barang yang dimilikinya kepada bank syariah dan atas izin bank syariah, orang tersebut dapat menggunakan barang yang digadaikan tersebut,dengan syarat harus dipelihara dengan baik.
10. Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi Qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal,yaitu sebagai pinjaman talangan haji.
Menurut Pasal 2 UU 21 Tahun 2008, perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekokomi, dan prinsip kehati-hatian. Dalam penjelasan Pasal 2 dikemukakan kegiatan usaha yang berasaskan berikut ini:
1. Prinsip syariah, antara lain kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur:
a. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas,kuantitas, dan waktu penyerahan ( fadhl), atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu ( nasi’ah )
b. Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan.
c. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak memiliki, tidak diketahui keberadaanya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan, kecuali diatur lain dalam syariah
d. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah
e. Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.
2. Demokrasi ekonomi adalah kegiatan ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan.
3. Prinsip kehati-hatian adalah pedoman pengelolaan bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, dan efisien, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Disamping itu kegiatan usaha perbankan syariah diatur pasal 36-37 PBI No.6/24 /PBI/2004. Agar memudahkan pemahaman, secara garis besar kegiatan usaha perbankan syariah meliputi 9 ( sembilan ) fungsi berikut ini :
1. Penghimpunan Dana
2. Penyaluran dana ( langsung dan tidak langsung )
3. Jasa pelayanan perbankan
4. Berkaitan dengan surat berharga
5. Lalu lintas keuangan dan pembayaran
Money transfer, inkaso, kartu debet/charge card, valuta asing ( sharf )
6. Berkaitan pasar modal
7. Investasi
8. Dana Pensiun
9. Sosial
2.3. Pengelolaan dan Pengawasan Bank Syariah
Bank Syariah, selain berfungsi menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, juga secara khusus mempunyai fungsi amanah. Untuk menjaga fungsi amanah tersebut, perlu adanya pengawasan yang melekat pada setiap orang yang terlibat di dalam aktivitas perbankan berupa motivasi keagamaan maupun pengawasan melalui kelembagaan. Supaya upaya pengendalian, meskipun suatu lembaga telah menyandang nama syariah, namun tidak tertutup kemungkinan dalam menjalankan usahanya menyimpang dari nama yang disandang tersebut. Di dalam menjalankan usahanya, bank berdasarkan prinsip-prinsip syariah berupaya menjaga dan memelihara agar prinsip-prinsip syariah tersebut tetap terpelihara dalam operasionalnya. Di dalam menjalankan fungsi kelembagaan agar operasional Bank Syariah tidak menyimpang dari tuntutan syariah Islam, maka diadakan “Dewan Pengawas Syariah” yang tidak terdapat di dalam bank-bank konvesional.
Dewan pengawas syariah adalah suatu lembaga dewan yang dibentuk untuk mengawasi jalannya Bank Syariah agar di dalam operasionalnya tidak menyimpang dari prinsip-prinsip muamalah menurut Islam. Dewan pengawas syariah biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dewan komisaris pada setiap bank. Anggota dewan syariah ditetapkan oleh rapa pemegang saham dari calon yang telah mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
Dewan syariah bertugas meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dewan pengawas syariah juga bertugas untuk mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi bisnis yang diajukan kepada dewan sehingga dapat ditentukan tentang sesuai atau tidaknya masalah-masalah tersebut dnegan ketentuan-ketentuan syariah Islam. Adapun wewenang Dewan Pengawas Syariah adalah :
1. Memberikan pedoman secara garis besar tentang aspek syariah dari operasional Bank Syariah, baik penyerahan dana,penyaluran dana maupun kegiatan-kegiatan bank lainnya.
2. Mengadakan perbaikan terhadap suatu produk Bank Syariah yang telah atau sedang berjalan. Namun, dinilai pelaksanaanya bertentangan ketentuan syariah.
Keberhasilan pelaksanaan tugas dan wewenang dewan syariah sangat tergantung kepada independesinya di dalam membuat suatu putusan atau penilaian yang dibutuhkan. Independasi dewan ini diharapkan dapat dijamin karena :
- Mereka bukan staf bank, sehingga tidak tunduk di bawah kekuasaan administratif
- Mereka dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham, demikian juga penentuan tentang honorariumnya
- Dewan pengawas mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas khusus seperti halnya Badan Pengawas lainnya.
Selain Dewan Pengawas Syariah, pada tingkat nasional ada pula Dewan Syariah Nasional ( DSN ). Tugas lembaga ini antara lain, adalah sebagai berikut :
1. Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah, asuransi syariah, reksadana syariah, modal ventura, dan lain-lain
2. Meneliti dan memberi fatwa terhadap produk-produk yang akan dikembangkan pada bank-bank syariah yang diajukan manajemen bank yang bersangkutan setelah mendapat rekomendasi dari dewan pengawas syariah,
3. Mengeluarkan pedoman yang akan digunakan oleh dewan pengawas syariah dalam mengawasi bank-bank syariah
4. Merekomendasikann para ulama yang akan ditugaskan menjadi anggota dewan pengawas syariah.
BAB III
PENUTUP
Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekokomi, dan prinsip kehati-hatian. Di dalam bank syariah terdapat suatu badan yang tidak ada di dalam bank-bank konvesional yaitu Dewan Pengawas Syariah. Dewan ini memiliki tugas untuk meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah.